Hari sabtu lalu kami sekeluarga menghadiri acara yang diselenggarakan
oleh komunitas Indonesia di San Francisco. Wah… rasanya senang sekaligus
kewalahan. Senang karena seperti mencicipi suasana di Indonesia , tapi
kewalahan karena bingung memilih diantara begitu banyak makanan Indonesia yang
dijual. Ada martabak manis,dadar gulung, nasi bakar, nasi padang, wuihh…
rasanya seperti orgasme kuliner J.
Acara berlangsung pukul 1 siang sampai 8 malam. Kami tiba jam 2 siang
dan tempat acara sudah begitu sesak dipadati pengunjung. Semakin sore semakin
ramai dan meriah sehingga sedikit mengobati rasa kangen akan Indonesia. Kemudian
mata saya tertuju ke bawah dan melihat satu hal yang menjadi momok selama saya
tinggal di Jakarta: Sampah!
Haduhh, sedih sekali saya. Ternyata meskipun sudah tinggal di Amerika,
kebiasaan membuang sampah sembarangan tetap tidak berubah. Meskipun disediakan tempat sampah besar,
pengunjung tetap menaruh sampah di bawah kursi dan membiarkannya jatuh di
jalan. Kenapa ya? Jawabannya adalah pendidikan keluarga.
Keluarga yang paling berperan membentuk karakter anak yang kelak akan
tumbuh dewasa dan menjadi warga negara. Masalahnya warga negara yang seperti
apa?
- Warga negara yang bermental “ tuan dan nyonya” yang selalu minta dilayani, menunggu solusi dari pihak lain, dan menyalahkan orang lain / pemerintah jika ada masalah di lingkungannya, atau
- Warga negara yang bermental kontribusi, yang selalu bertanya “apa yang bisa saya perbuat untuk membuat lingkungan saya lebih baik?” kemudian mencari solusi dan bertindak.
Jelas ketika pengunjung menaruh sampah di bawah kursi, harapannya
adalah karena ingin dilayani. Kalimat seperti:
“Ah, nanti juga ada yang bersihin,
ngapain juga jalan ke tempat sampah”
“Semua orang juga buang di bawah,
males ah, emangnya gue pembantu!”
“Salah sendiri panitia gak
nyediain tempat sampah yang banyak, yang di sana kejauhan.”
Biasanya akan dilontarkan oleh orang-orang yang berada di kategori “a”
seperti yang tertulis di atas.
Nah, bagaimana caranya jika ingin membesarkan anak yang kelak tumbuh menjadi
warga negara yang berkontribusi menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungannya?
Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan.
1. Ajarkan sejak dini bahwa bumi dan isinya adalah anugerah Tuhan dan
menjadi tanggung jawab manusia untuk melestarikan, mengolah, dan
memberdayakannya.
2. Ajarkan anak untuk menjadi warga negara yang berkontribusi terhadap
kelestarian lingkungannya.
Hal ini bisa ditempuh dengan cara:
- Libatkankan anak dalam tugas rumah tangga (chores) sehari-hari, terutama dalam kegiatan bersih-bersih dan membuang sampah dari dalam rumah ke bak sampah di luar rumah.
- Membacakan buku yang berhubungan dengan konsekuensi tindakan, terutama yang berhubungan dengan lingkungan, serta menekankan bahwasanya setiap tindakan kita memiliki konsekuensi bagi diri sendiri dan orang lain. Ajak anak untuk membayangkan jika semua orang di kota ini membuang sampah sembarangan, apa saja konsekuensi yang akan terjadi.
- Menekankan disiplin untuk membuang sampah pada tempatnya di dalam dan di luar rumah.
- Melakukan tindakan preventif dengan selalu menyediakan kantong plastik di tas. Tujuannya, jika tidak ada tempat sampah yang terlihat, maka sampah dapat disimpan dulu di kantong plastik untuk kemudian dibuang setelah menemukan tempat sampah.
- Mengajarkan anak tentang daur ulang.
- Jika ada masalah tentang sampah di lingkungan, ajak anak untuk mencari tahu siapa pejabat setempat yang bertanggung jawab, kemudian menghubungi pejabat yang terkait untuk menyampaikan keluhan dan usulan solusi dengan santun dan jelas.
- Jika belum ada tanggapan, ajar anak untuk menyuarakan keresahannya melalui tulisan atau video singkat untuk kemudian disampaikan ke media.
- Berikan contoh pada anak, bagaimana caranya mengorganisir komunitas di tempat Anda tinggal untuk bersama-sama mencari solusi bagi permasalahan di lingkungan Anda. Libatkan anak Anda dalam kegiatan ini.
Gubernur DKI, Jokowi, bersama dengan grup band Slank, dalam Aksi
Jakarta Bersih yang berlangsung awal September lalu, mengatakan bahwa tanpa
dukungan warga ia pesimis sampah bisa dibersihkan. Lebih lanjut Jokowi
mengatakan, di Jakarta setiap harinya ada 6.000 ton sampah yang dihasilkan
warga dan yang memprihatikan adalah 2.000
ton sampah dari 6.000 ton tersebut dibuang ke kali dan juga ke selokan.
Menurut saya, hanya pendidikan keluarga lah yang bisa membantu
menyelesaikan masalah sampah. Terbukti, sudah tinggal di Amerika pun kebiasaan membuang sampah tidak berubah. Jadi, harus dimulai dari orangtua dan diteruskan pada anak.
Dengan mengajarkan anak untuk bertanggung jawab melestarikan, mengolah, dan
memberdayakan lingkungannya, maka orangtua sedang berkontribusi membangun masa
depan Jakarta dan Indonesia yang lebih bersih, lebih sehat, dan lebih baik.
No comments:
Post a Comment