Suatu hari, seorang
teman yang sedang kembali ke Indonesia setelah lama merantau, menulis sebuah
status di sebuah media sosial yang isinya mengomentari suasana bioskop di sebuah kota di Jawa Timur ketika
dia beserta anak-anaknya sedang menunggu film yang akan mereka tonton. Dua
komentar yang menarik adalah (1) komentarnya mengenai seorang ibu yang datang
dengan tiga anak dan dua pengasuh serta (2) banyaknya anak-anak yang berlari-larian
tanpa pengawasan orangtua. Status teman saya ini kemudian ditanggapi oleh
seorang teman lainnya yang mengatakan bahwa di Jakarta ia menemukan seorang ibu
yang pergi ke mall bersama satu anak dan dua pengasuhnya.
Tentu tidak salah
membayar asisten rumah tangga untuk membantu tugas orangtua. Tugas orangtua
tidak mudah, kita semua pasti membutuhkan bantuan dari waktu ke waktu. Namun,
yang perlu dipertanyakan adalah ketika orangtua tidak dapat berfungsi dan
mengatur anak-anaknya ketika berada di di luar rumah tanpa keberadaan sang
pengasuh. Salah satu alasan mengapa keberadaan pengasuh menjadi satu hal yang
sangat dibutuhkan, terutama ketika keluar rumah, adalah anak-anak yang tidak
dibiasakan untuk mandiri dan patuh pada instruksi orangtua.
Mandiri dalam hal apa? Mandiri dalam arti memiliki keterampilan
hidup dasar untuk bisa hidup sehari-hari, seperti makan sendiri misalnya. Jika
anak usia SD masih harus disuapi sambil bermain-main, maka orangtua pasti butuh
pengasuh ketika jalan ke mall, “siapa juga yang mau ngejar-ngejar sambil
nyuapin anak di mall, biar si mba aja yang ngerjain deh.” Instruksi seperti apa? Instruksi dasar yang berguna bagi keselamatan
anak dan ketertiban umum, seperti stop, tidak, tunggu atau instruksi untuk
tidak berlari-larian di bioskop dan menunggu di dekat orangtua misalnya. Tentu
pengasuh dibutuhkan untuk memegangi atau menggendong-gendong anak jika sang
anak tidak dapat mematuhi instruksi dasar tersebut.
Tulisan kali ini saya
khususkan untuk berbagi beberapa teknik yang saya pelajari dan praktikkan mengenai
bagaimana melatih anak agar dapat mendengar dan mematuhi instruksi. Mengapa anak harus dapat mendengar dan
mematuhi instruksi? Karena kemampuan untuk mendengar dan mematuhi instruksi
orangtua sedini mungkin merupakan landasan bagi orangtua untuk membangun
karakter anak agar anak tumbuh dewasa dengan memiliki kualitas karakter yang
yang baik (seperti yang pernah saya tulis di sini).
Lebih jauh lagi, kualitas karakter anak merupakan modal dasar untuk dapat
menghasilkan pribadi yang dapat berkontribusi dan berguna bagi sesama serta lingkungannya.
Bukankah hal ini yang menjadikan hidup bernilai?
Berikut beberapa
teknik yang saya gunakan untuk melatih anak untuk mematuhi instruksi
Blanket Time
Tujuan blanket time
ini untuk melatih anak sabar, bisa bermain sendiri dan patuh terhadap
instruksi orangtua.
Alat-alat yang
dibutuhkan:
- Selimut kecil
- Timer
- Satu mainan
Teknik:
- Untuk menghilangkan
kesan seram, orangtua sebaiknya memulai blanket time seperti akan memulai suatu
permainan. Jadi bilang, "hore sekarang kita mau blanket time.. asik..
asik.."
- Kemudian sebarkan
selimut di lantai.
- Setelah itu bilang,
“nak duduk di atas sini ya, tunggu sampe bel bunyi baru boleh bangun.”
- Untuk pertama kali pasang
timer untuk 5 menit dulu.
- Setiap kali anak berusaha
keluar, bilang no dan balikin ke atas selimut. Semakin lama semakin tegas.
- Setelah timer bunyi,
angkat anak dan lakukan perayaan kecil. "Yeay, berhasil... Jova berhasil
blanket time." Sambil menari-nari atau jalan keliling ruanganan.
- Jika anak sudah
lulus 5 menit blanket time, waktunya dapat ditingkatkan menjadi 10 menit
dan seterusnya.
- Ketika waktu
ditingkatkan, anak boleh mulai diberikan satu mainan untuk dimainkan di atas
blanket. Jika mainannya dilempar keluar selimut, maka mainannya diambil dan tidak
dikembalikan lagi setidaknya sampai anak selesai blanket time. Ini juga untuk mengajari
agar anak tidak melempar-lempar barang.
- Lakukan ini di waktu
yang sama setiap hari dengan periode waktu yang semakin ditingkatkan, sampai dirasa
anak sudah dapat mendengar instruksi dan bisa bermain sendiri dengan tenang
untuk periode waktu tertentu.
Usia ideal untuk mulai
melakukan teknik blanket time:
Orangtua dapat memulai
ketika anak berusia 18 bulan.
Umur 18 bulan - 3
tahun ini sering dikenal dengan periode terrible
two.
John Rosemond, seorang
pakar psikologi anak, mengatakan ciri-ciri terrible
two ini antara lain:
- Demanding (tidak
sabar dan sangat menuntut)
- Tantrum (berteriak
dan menangis histeris, terutama jika dilarang)
- Defiant (menentang
apapun yang dibilangin orangtuanya)
- Highly
attention-seeking (selalu minta perhatian dan tidak dapat menghargai bahwa
orang lain juga memiliki hak)
- Impulsive / lack in
self-control (tidak bisa mengendalikan emosi atau keinginannya)
- Unwilling to engage
in tasks requiring sustained effort (tidak punya kegigihan untuk tekun
menyelesaikan tugas yang membutuhkan usaha)
- Vehemently denies
responsibility for wrong doing (pokoknya tidak mau mengaku salah)
Jika orangtua tidak
mendidik, ciri-ciri yang terjadi pada masa terrible
two ini akan berlanjut terus sampai anak beranjak dewasa. Oleh karena itu, tidak heran jika
banyak anak-anak (juga orang dewasa) mudah membentak jika marah, tidak mengenal
sopan santun, tidak dapat mengendalikan diri, tidak bertanggung jawab, dan
tidak pernah mau mengakui kesalahan seperti ciri terrible two di atas. (Sepertinya
ciri ini juga dapat ditemui pada banyak pejabat di Indonesia ya hehe...)
Jadi tugas kita
sebagai orangtua adalah mengarahkan karakteristik antisosial terrible two pada anak-anak ini menjadi karakteristik manusia yang beradab,
bertanggungjawab dan berbagai kualitas karakter yang baik lainnya seperti
memiliki kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
kelemahlembutan dan penguasaan diri. Lebih jauh lagi, James Dobson, yang juga
seorang pakar psikologi anak, mengatakan bahwa waktu untuk membentuk karakter
anak ini singkat. Periode paling efektif untuk meletakkan pondasi karakter adalah
di bawah usia tiga tahun; di atas usia tiga tahun masih memungkinkan namun
tugas orangtua akan semakin berat karena karakter dasar anak sudah mulai
mengakar.
Baca selanjutanya di ...
Baca selanjutanya di ...
No comments:
Post a Comment