Friday, October 18, 2013

Buat Apa Sekolah Tinggi Kalau Hanya Jadi Ibu Rumah Tangga?





Salah satu pertanyaan yang lama sekali saya gumuli dalam proses memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT ) adalah pertanyaan ini: Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau hanya untuk jadi IRT? Tanya deh, suami saya yang menjadi saksi kegalauan saya selama ini :)


Jadi setelah perenungan panjang, saya harus kembali lagi menanyakan ke diri saya sendiri, apa tujuan seseorang mengenyam pendidikan tinggi? Untuk menjawab ini saya jadi teringat pada klasifikasi tujuan pembelajaran menurut seorang pakar psikologi pendidikan Benjamin S. Bloom. Bloom mengklasifikasikan tujuan pembelajaran dari yang paling sederhana yaitu mengingat sampai yang tertinggi, yaitu mencipta.




Pendidikan tinggi bukan hanya untuk menghasilkan karyawan yang bekerja di kubikel dan di luar rumah. Tentu tidak ada yang salah dengan bekerja di kubikel, tapi sebaiknya jangan dijadikan indikator  pencapaian serta tujuan akhir seseorang yang telah mengenyam pendidikan tinggi. Produk akhir dari pendidikan tinggi seharusnya menghasilkan manusia-manusia yang dapat mencipta atau berkreasi. Lalu saya bertanya lebih jauh lagi, apa tujuan mencipta? Jawaban yang saya temukan adalah agar dapat melayani (to serve) dan berkontribusi menyejahterakan komunitas di mana mereka berada dan membuat lingkungannya lebih baik dari sebelumnya karena itulah tujuan manusia hidup di bumi. Seperti apa yang dikatakan oleh Marian Wright Edelman, pendiri organisasi nirlaba Children's Defense Fund, bahwasanya "service is the rent we pay for being. It is the very purpose of life, and not something you do in your spare time."

Sebelum saya menjelaskan bagaimana seorang perempuan dapat mencipta dan berkontribusi dengan menjadi IRT, saya ingin sedikit bermain permainan kata-kata. Apa yang melintas di pikiran Anda ketika mendengar kata “ibu rumah tangga” ? perempuan yang di rumah saja dan gosip dengan tetangga waktu
anak-anak ke sekolah, perempuan yang nongkrong di mall dan salon di waktu luangnya, perempuan yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, atau perempuan yang tidak punya suara dan hanya berdiri di belakang suami?  Hmmm… mudah-mudahan pendapat Anda berubah setelah selesai membaca tulisan ini.

Percaya atau tidak, pekerjaan seorang IRT adalah mencipta. Kok bisa? Berikut penjelasan yang saya temukan:

1. Menciptakan rumah yang hangat.
Dari sekian banyak terminologi IRT dalam bahasa Inggris, ada satu yang paling saya sukai  yaitu homemaker. Istilah homemaker menggambarkan seseorang yang panggilan utamanya menjadikan sebuah bangunan atau tempat menjadi rumah yang hangat (to make a house into a home). Tentunya hal itu bukan terbatas pada mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak, tapi yang terutama menciptakan suatu kondisi dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari yang dapat mengubah sebuah bangunan biasa menjadi rumah hangat yang penuh cinta bagi keluarganya. Bagaimana caranya? Melalui pekerjaan-pekerjaan yang sering dianggap remeh - seperti memastikan bahwa tersedia makanan bergizi, pakaian yang bersih, tempat tidur yang nyaman, dekorasi rumah yang menyenangkan, pelukan untuk menghibur di hari yang kelabu, dan cinta yang tak terbatas bagi setiap anggota keluarga – tapi jika dikerjakan dengan tujuan dan penuh cinta maka hasilnya luar biasa. Membangun rumah yang hangat adalah hadiah terindah yang dapat diberikan bagi keluarga Anda karena melaluinya Anda memberikan rasa aman (sense of security) bagi keluarga, terutama anak-anak, bahwasanya seberapa buruknya keadaan di luar sana mereka akan selalu punya rumah untuk pulang dan kasih yang menyambut mereka.

2. Menciptakan lingkungan yang kondusif agar anak dapat bertumbuh sesuai potensinya.
Saya telah menuliskan sebelumnya di sini, bahwa orangtua ibaratnya tukang kebun yang bukan sumber kehidupan dan pertumbuhan sang bibit tanaman, tapi berkewajiban menyediakan kondisi lingkungan yang tepat agar bibit tanaman dapat tumbuh dan berbuah dengan optimal. Jika bapak bertugas untuk bekerja di luar rumah, maka ibu yang bertugas di rumah memiliki porsi yang cukup signifikan dalam menciptakan suatu kondisi agar anak dapat bertumbuh optimal. Ada suatu perumpamaan bahwa ketika membesarkan anak, orangtua seperti diberikan bungkusan bibit tanpa nama dan tugasnya adalah untuk mengetahui bibit apakah yang ada di dalamnya dengan menanam dan merawat bibit itu sampai ia tumbuh subur dan menampakkan potensi sesungguhnya. Tuhan sudah memberikan tujuan dan talenta di hidup setiap anak, dan tugas orangtua adalah membantu anaknya menemukan apa talenta dan tujuan hidup mereka. Fiuuuhh…  bukan tugas yang mudah. Lalu bagaimana lingkungan yang kondusif ini diciptakan? Diantaranya adalah
  • Dengan menyusun rutinitas kegiatan anak sehari-hari yang konsisten untuk memastikan anak mendapatkan waktu belajar, berinteraksi dengan keluarga dan teman, serta istirahat yang cukup.
  • Dengan aktif mencari teachable moments agar anak dapat menyadari bahwa pembelajaran dapat diperoleh dari kegiatan sehari-hari kapan saja dan di mana saja. 
  • Dengan meriset sarana dan prasarana pendidikan yang dapat menunjang bakat dan potensi anak. Salah satu contohnya adalah dengan meriset buku apa yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak, serta dengan rutin membaca untuk dan dengan anak.

3. Menciptakan pekerjaan kreatif berbasis rumah.
Biasanya ketika anaknya berusia 0-5 tahun, waktu seorang IRT akan lebih terpusat untuk mendidik anaknya di rumah, tapi ketika anak mulai bersekolah sang ibu akan memiliki lebih banyak waktu untuk berkarya di luar rumah. Namun karena kebutuhan IRT untuk memiliki pekerjaan flexible yang dapat mengakomodasi kebutuhannya untuk memprioritaskan keluarga, maka IRT seringkali menjadi orang paling kreatif dalam menciptakan peluang-peluang kerja/kontribusi berbasis rumah. Misalnya dengan menjadi penulis, designer blog, pencipta produk, konsultan, perencana menu mingguan, dan masih banyak lagi. Anda dapat membaca dan melihat salah satu liputannya di sini.


Perempuan yang menjalankan panggilannya sebagai IRT sedang berkontribusi aktif untuk kebaikan masyarakat luas ketika ia mendidik anaknya untuk tumbuh dewasa menjadi manusia yang memiliki mentalitas kontribusi. Setelah semua penjelasan ini, saya masih bertanya lagi pada diri saya: “Tapi kan anak saya hanya satu… nggak sebanding dong dengan manfaat yang bisa didapat dari pengabdian penuh waktu di luar rumah?”  Kemudian saya menemukan jawaban ini: Jangan pernah meremehkan dampak yang dapat dihasilkan oleh satu orang anak. Satu orang anak dapat tumbuh dewasa menjadi Thomas Alfa Edison yang menghasilkan 2332 ciptaan yang dipatenkan yang dapat berguna bagi dunia, atau menjadi Adolf Hitler yang bertanggung jawab atas kematian lebih dari 11 juta orang dalam kurun waktu 12 tahun masa pemerintahannya.

Nah, uraian di atas merupakan jawaban bagi pertanyaan saya sendiri dan telah cukup berhasil meyakinkan saya bahwa pendidikan tinggi saya tidak sia-sia. Saya sedang mengamalkan ilmu saya karena saya sedang mencipta! Mudah-mudahan uraian ini dapat meyakinkan Anda juga…

2 comments: