Tuesday, August 20, 2013

3 Alasan Kenapa Saya Memilih Jadi Ibu Rumah Tangga

Kenapa saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan mengurus Jova sendiri? Bukan karena saya sedang tinggal di luar Indonesia dan tidak ada pilihan lain. Dulu dengan angkuhnya saya mengatakan akan melanjutkan sekolah lagi setelah melahirkan dan anak nanti bisa dititipkan di daycare saja. Semua pasti bisa saya lakukan karena saya adalah….  Superwoman!

Masa di mana saya merasa sebagai Superwoman :)



Semua sudah saya persiapkan sampai akhirnya satu hal ini terjadi: Saya hampir mati ketika melahirkan Jova.


Tanggal 27 Juni 2011 saya masuk rumah sakit, tapi karena proses lahir yang cukup sulit saya harus menjalani operasi caesar dan lahirlah Jova pada tanggal 28 Juni subuh.  Setelah mendapat kesempatan untuk istirahat dan mensyukuri kehadiran Jova, kondisi saya memburuk karena suhu tubuh saya meninggi dan perut saya membesar dan dokter tidak ada yang tau penyebabnya. Ini membuat suami dan keluarga saya panik dan pemikiran bahwa Jova harus dibesarkan tanpa saya sudah melintas. Setelah beberapa hari dilakukan proses diagnosa akhirnya dokter mengetahui bahwa saya terkena Ogylvie Syndrome yaitu suatu kondisi di mana sebagian usus saya berhenti bekerja, sehingga saya harus dioperasi secepatnya pada tanggal 30 Juni. Seandainya para dokter tak berhasil mendiagnosa apa penyakit saya, maka saya akan menjadi bagian dari angka kematian ibu melahirkan di Amerika. Akhirnya saya dapat keluar rumah sakit pada tanggal 6 Juli 2011 dengan total sepuluh hari dirawat dan dalam kondisi belum dapat benar-benar merawat Jova sendiri.

Setelah kejadian ini berakhir saya pikir berakhirlah episode menakutkan dalam hidup keluarga kami dan ternyata saya salah. Di bulan April 2012 saya harus menjalani operasi umbilical hernia karena ternyata otot perut saya lemah dan banyak bagian yang sobek karena kehamilan.  Ok, sepertinya ini sudah terlalu berat, sepertinya sudah selesai. Namun di bulan September ternyata usus saya berhenti bekerja lagi dan harus menjalani dua kali operasi besar dan dirawat selama 12 hari. Total lima kali operasi dalam dua tahun….  Hufftt….


Selama banyak hari terbaring di tempat tidur, tidak ada hal lain yang ingin saya lakukan selain mengurus Jova dan membantu suami saya. Hal lain seperti sekolah lagi atau kembali bekerja tidak pernah melintas pikiran. Semua pemikiran salah saya yang melihat pekerjaan ibu rumah tangga sebagai salah satu bentuk pelanggaran kebebasan perempuan menjadi sirna, diganti dengan kesadaran bahwa merawat orang yang kita sayang adalah suatu hak istimewa dan bukan beban.

Seperti saya katakan dalam manifesto blog ini, bahwasannya mengetahui “why” lebih penting daripada “how-to”, jadi kenapa (why) saya memutuskan untuk mendidik dan merawat anak saya sendiri lebih penting bagi saya dari bagaimana (how-to) menjadi ibu rumah tangga yang baik. Jika “why” sudah jelas maka dengan mudah “how-to” akan mengikuti.

 Dari berbagai peristiwa ini saya memutuskan untuk merawat Jova sendiri karena tiga “why” berikut ini:

1. Tidak akan ada yang dapat menyayangi anak saya seperti  kedua orangtuanya.
Beberapa waktu lalu seorang kenalan mengunggah video hasil rekaman rahasianya ketika dia di kantor untuk melihat  bagaimana sang babysitter memperlakukan anaknya. Ternyata kenyataan yang dia temukan sangat membuatnya geram karena anaknya diperlakukan dengan kasar, salah satu contohnya sang anak sering dibentak dan dibiarkan menangis  sementara si mbak dengan cuek menonton tv, padahal didepan teman saya si mbak sangat baik dan sudah lama bekerja dengan keluarga ini. Di satu sisi saya ikut geram tapi di sisi lain saya menyadari bahwa memang sulit untuk meminta orang lain menyayangi anak seperti halnya sang orangtua.

Menyayangi yang saya maksud ini adalah bukan memanjakan tapi memperlakukan anak dengan lemah lembut sekaligus proaktif, tegas dan konsisten yang ditujukan untuk kebaikan pendidikan dan pertumbuhan sang anak; memperlakukan sang anak sebagaimana kita ingin diperlakukan. Bagaimana mungkin saya bisa benar-benar minta orang lain memberikan hal ini pada anak saya secara konsisten dan terus menerus? Hanya saya yang bisa dan bertanggung jawab untuk memberikan ini pada anak saya. Saya selalu mengingatkan kalimat ini pada diri saya sendiri: saya bisa selalu membayar orang lain untuk mengurus anak saya tapi saya tidak akan pernah bisa membayar orang lain untuk bisa menyayangi anak saya sebagaimana saya menyayangi dia.

2. Saya ingin anak saya menyerap nilai-nilai hidup orangtuanya.
Apa yang diyakini seseorang sebagai suatu kebenaran akan menentukan bagaimana ia memahami dunia sekitarnya, memperlakukan orang lain, berperilaku dalam keseharian dan mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupnya. Dengan kata lain nilai-nilai hidup yang ditanamkan pada anak semenjak dini akan menentukan pribadi seperti apa ia kelak ketika dewasa nanti. Nilai-nilai ini antara lain terdiri dari standar moral mengenai benar dan salah, sopan santun dalam bertutur dan berperilaku, bagaimana menghargai orang lain, dan bagaimana memiliki mentalitas kontribusi bagi komunitas di mana ia berada.

Mengajar nilai hidup harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Orangtua harus kreatif mencari  waktu mengajar (teachable moment) dalam kegiatan sehari-hari untuk mengajarkan nilai-nilai hidupnya pada sang anak. Ketika sedang makan, berjalan-jalan, bercengkrama, melakukan pekerjaan rumah rangga (chores) atau berbaring di tempat tidur. Jika sebagian besar waktu anak saya dihabiskan dengan orang lain dan saya hanya bertemu anak selama 2 jam sehari, kira-kira nilai hidup siapa yang akan diserap oleh anak saya?

3. Waktu saya singkat dan saya ingin memanfaatkan sebaik-baiknya.
Dulu saya pikir saya akan menjalani hidup yang baik dan mati di usia tua sambil tertidur di atas tempat tidur saya. Setelah mengalami beberapa peristiwa kesehatan yang saya ceritakan sebelumnya saya sadar kalau hidup itu singkat, kematian dapat datang kapan saja, setiap waktu berharga dan tidak dapat diputar kembali. Kata dokter, penyakit saya tidak ada sebabnya dan hanya kemungkinan kecil bisa kambuh lagi. Tapi saya tetap ingin sebisa mungkin selagi saya diberikan kehidupan, menanamkan nilai hidup yang baik pada anak saya. Saya ingin memanfaaatkan hari ini dengan baik karena hari esok tidak ada yang tau.

Saya dan suami yang melahirkan anak kami ke dunia ini oleh karena itu kami berdua yang bertanggung jawab untuk mendidiknya sebaik dan selagi kami bisa. Terutama di usia 0 – 5 tahun yang merupakan usia penting untuk meletakkan fondasi nilai-nilai hidup ini sehingga penting bagi saya untuk mendidik anak saya sendiri di masa ini. Saya melakukan pembagian tugas dengan suami bahwa dia akan bekerja di luar rumah sementara saya bekerja dari rumah. Jika saya kelak kembali bekerja di luar rumah setelah Jova melewati usia 5 tahun, saya akan mengusahakan pekerjaan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan mendidik Jova bukan sebaliknya Jova yang harus menyesuaikan diri dengan pekerjaan saya. Jika pun saya harus meninggalkan Jova lebih awal, saya ingin Jova mengenal saya sebagai ibunya dan memiliki memori indah bersama saya, bukan dengan pegawai di Daycare atau dengan pengasuh lainnya (maaf saya egois untuk hal ini hehe..).

Hari ini saya harus mengakui ternyata saya bukan seorang superwoman yang bisa punya karir cemerlang dan keluarga yang sukses secara bersamaan seperti yang saya kira dulu, dan pengalaman ini mengajarkan saya tentang kerendahan hati. Dulu saya mengernyitkan dahi ketika membaca kalimat “a woman can have it all, but not all at once,” sekarang saya mengerti apa artinya J. Untuk sekarang saya harus memilih, dan saya telah memilih untuk jadi ibu rumah tangga.

4 comments:

  1. Tambahin fotonya vi... soalnya gue udh lama ga liat foto2 elu sama jova..

    ReplyDelete
  2. Wahhhh... Thanks for sharring :) peluk erat dari mami yos

    ReplyDelete